R. SOETEDJA POERWODIBROTO



R. SOETEDJA POERWODIBROTO sejak 1940-an nama Sungai Serayu sering terdengar di radio lewat lagu kroncong ‘Di Tepinya Sungai Serayu’ ciptaan R. Soetedja Poerwodibroto (1909 – 1960), komponis kelahiran Banyumas yang juga mencipta lagu ‘Tidurlah Intan’ dan ‘Kopral Jono’. Ratusan partitur lagu ciptaannya yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta musnah saat terjadi kebakaran pada 1950-an. Adalah Jack Lesmana yang secara kebetulan menyelamatkan sekitar 70-an karya R. Soetedja itu

“Di Tepi Sungai Serayu”. Ya, lagu bergenre keroncong tersebut merupakan ciptaan almarhum R. Soetedja, seniman dan komponis asli Banyumas. Selain dikenal sebagai seniman, tokoh yang lahir pada tanggal 15 Oktober 1909 ini juga dikenal sebagai salah satu pendiri Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto.

Sejatinya lagu gubahan R. Seotedjo tidak hanya lagu “Di Tepi Sungai Serayu” tapi masih banyak lagi. Namun sebagian besar karya beliau yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta musnah pada saat terjadi kebakaran tahun 1950-an. Maka, banyak gubahan beliau dalam bentuk partitur note balok ikut musnah terbakar. Meski begitu, gitaris Jack Lesmana alias Jack Lamers sempat meminjam beberapa partitur lagu-lagu gubahan beliau untuk direkam. Berkat Jack Lesmana, sekitar 70 lagu sempat  terselamatkan. Tapi, ratusan lagu lainnya binasa. Sayangnya justru partitur lagu-lagu lagendaris itulah yang ikut binasa. Lagu-lagu gubahan R. Soetedjo juga terkenal di Eropa terutama di Negara Belanda. Misalnya lagu “Als d'Orchide Bluijen” atau dalam bahasa Indonesia artinya “Ketika Anggrek Berbunga”. Konon, lagu tersebut diciptakan di negeri Belanda ketika R. Seotedjo dengan pacarnya yang berkebangsaan Belanda sedang berjalan-jalan di pasar bunga. Kemudian ada juga lagu terkenal lainnya seperti “Waarom Huil Je tot Nona Manies” atau “Mengapa Kau Menangis” diciptakan ketika R. Seotedjo berpisah dengan pacarnya, karena telah menyelesaikan studi di konservatori musik di Roma, Italia.
Di Indonesia, sebagian masyarakat hanya mengenal beberapa lagunya ciptaannya seperti “Tidurlah Intan” yang sempat menjadi closing song siaran bahasa Indonesia radio Australia, “Hamba Menyanyi,” “Mutiaraku”,  “Kopral Jono” dan yang cukup terkenal adalah lagu“Di Tepinya Sungai Serayu. Untuk lagu “Kopral Jono” R. Soetedjo menggubahnya secara khusus untuk menyindir keponakannya yang berpangkat kopral, tapi terkesan bersifat play bloy. Sedangkan lagu “Tidurlah Intan” diciptakan untuk meninabobokan anaknya.
Masa Kecil R. Soetedja
Soetedja merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara putra Asisten Wedana Kebumen, Baturaden bernama R. Ibrahim Purwadibrata. Menginjak umur satu tahun, Soetedjo kecil dijadikan anak angkat oleh seorang pengusaha besar perkebunan di Purworejo Klampok Banjarnegara, bernama R. Soemandar, yang  merupakan kakak kandung ayahnya.
Konon Soetedja kecil suka memukul-mukul perangkat untuk memasak di dapur ibunya. Suara-suara yang ditimbulkan dari perangkat untuk memasak itu sangat mengganggu ayahnya. Meski begitu, sang ayah sempat menangkap bakat musik Soetedja kecil.
Membaca bakat yang luar biasa pada diri Soetedjo kecil, ayahnya membelikan biola Stadivarius Paganini pada saat berdagang di Eropa. Soetedja kecil sangat gembira, dan tidak lagi menciptakan bunyi-bunyian perkusi dari perangkat dapur milik ibunya. Di kemudian hari, Soetedja kecil mendapat hadiah instrumen musik berikutnya, berupa piano.

0 komentar:

Posting Komentar