BENNY PANJAITAN



BENNY PANJAITAN lahir di Tarutung, Sumatera Utara, 14 September 1947. Meninggal di Tangerang, 24 Oktober 2017 pada umur 70 tahun adalah penyanyi Indonesia dan merupakan vokalis utama dari grup musik Panbers yang didirikan sejak 1969.



Benny Panjaitan pernah punya album keroncong dan semua beliau yang nyanyi. Di Iringi ORKES KERONCONG BUNGA MAWAR. Seperti yang tampak dalam foto di atas .



Benny Panjaitan meninggal dunia pada 24 Oktober 2017 di rumahnya di kawasan Ciledug, Kota Tangerang, Banten dalam usia 70 tahun akibat sakit stroke yang dideritanya sejak tahun 2010.


ROEKIAH



ROEKIAH di lahirkan di Bandung pada tahun1917–1945, sering ditulis sebagai Miss Roekiah, adalah aktris dan penyanyi keroncong Indonesia. Seorang putri dari pasangan pemain sandiwara, ia memulai kariernya pada usia tujuh tahun; pada tahun 1932 ia terkenal di Batavia, Hindia Belanda kini Jakarta, sebagai penyanyi dan pemain sandiwara. Roekiah Meninggal pada tahun 1945 berusia 27–28 di Jakarta.


Semasa hidupnya, Roekiah adalah seorang ikon mode dan kecantikan, penampilannya dalam sejumlah iklan dan lukisan kerap dibandingkan dengan Dorothy Lamour dan Janet Gaynor. Meskipun sebagian besar film-film yang ia bintangi saat ini sudah hilang, ia tetap dikatakan sebagai seorang pelopor perfilman, dan sebuah artikel tahun 1969 menyatakan bahwa "pada zamannya Roekiah telah mencapai suatu popularitas yang boleh dikatakan sampai sekarang belum ada bandingannya". Dari kelima anaknya dengan Kartolo, salah satunya Rachmat Kartolo juga berkecimpung di dunia akting.


ORKES KRONTJONG TOEGOE



ORKES KRONTJONG TOEGOE

Orkes krontjong ini merupakan akar atau cikal bakal dari krontjong di seluruh nusantara hingga berkembang sampai sekarang ini. Semua itu adalah hasil karya dari para senior krontjong Toegoe, sampai generasi yang sekarang ini tradisi ataupun warna musiknya masih terjaga dengan kuat. Terima kasih banyak untuk para senior krontjong Toegoe. Kemarin saya mohon info dari Bang Andre tentang personel Krontjong Toegoe yang sekarang ini. dan saya telah mohon ijin sama beliau untuk posting.



Berikut ini adalah para Senior Krontjong Toegoe dan data dibawah ini data dari Bang Andre yang saya terima :

Berdiri kiri ke kanan 1.Arend Stevanus michiels pada biola, generasi ke 10 Kel.Michiels
2.Milton Augustino Michiels pada Macina generasi 10 Kel.Michiels
3.Juliette Angela Ermestine generasi 11 Kel.Michiels
4.Ignatius Loyola Djeer bergabung sejak tgn 2008 asal Ruteng NTT 5.Saartje

Margaretha Michiels generasi 10 Kel.Michiels
6.Andre Juan Michiels generasi 10
7.Citra Augusta generasi 10
8.Arthur James Michiels Generasi 10
Duduk kiri ke kanan:
9.Usnan bergabung sejak thn 2011
10.Nicolaus Payong Ola bergabung sejak thn 2010.
No: 2,5,6,8 bergabung sejak 12 Juli 1988 dalam regenerasi pertama kali yg digagas oleh Arend Julinse Michiels pemain cello di Orkes Krontjong Poesaka Moresco Toegoe...

Arend Julinse Michiels 12 Juli 1933 - 02 Februari 1993.


TIELMAN BROTHERS



TIELMAN BROTHERS adalah sebuah grup musik tertua asal Indonesia. Mereka adalah anak dari Herman Tielman asal Kupang dan Flora Lorine Hess. Musik mereka beraliran rock and roll, namun orang-orang di Belanda biasa menyebut musik mereka Indorock, sebuah perpaduan antara musik Indonesia dan Barat, dan memiliki akar di Keroncong dengan makanan khas kesukaan mereka yaitu kocor makanan asli madura. The Tielman Brothers merupakan band Belanda Indonesia pertama yang berhasil masuk internasional pada 1950 an. Mereka adalah salah satu perintis rock and roll di Belanda. Band ini cukup terkenal di Eropa, jauh sebelum The Beatles dan The Rolling Stones.

The Tielman Brothers pernah tampil di Istana Negara Jakarta dihadapan Presiden Soekarno. Karier rekaman mereka dimulai ketika keluarga Tielman pada tahun 1957 hijrah dan menetap di Breda Belanda. Nama The Tielman Brothers lebih dikenal di Eropa, terutama Belanda. Di Indonesia sendiri nama The Tielman Brothers masih menjadi nama yang asing, meski dikenal hanya oleh para kolektor musik, sebuah kenyataan yang sangat disayangkan.

Aksi panggung The Tielman Brothers yang atraktif
The Tielman Brothers dipercaya lebih dulu memperkenalkan musik beraliran rock sebelum The Beatles. Aksi panggung mereka dikenal selalu atraktif dan menghibur. Mereka tampil sambil melompat lompat, berguling guling, serta menampilkan permainan gitar, bass, dan drum yang menawan. Andy Tielman, sang frontman, bahkan dipercaya telah memopulerkan atraksi bermain gitar dengan gigi, di belakang kepala atau di belakang badan jauh sebelum Jimi Hendrix, Jimmy Page atau Ritchie Blackmore.

Andy Tielman dan seluruh keluarga asalnya dari Timor. Waktu mereka masih kecil nama band? mereka The Timor Tielman Brothers. Perjalanan musik The Tielman Brothers dimulai di Surabaya pada tahun 1945, di mana empat kakak beradik laki-laki dan seorang adik perempuannya, Jane, sering tampil membawakan lagu-lagu dan tarian daerah. Kemampuan musik mereka diturunkan dari sang ayah, Herman Tielman, seorang kapten tentara KNIL, yang sering bermain musik bersama teman temannya dirumahnya di Surabaya.

Berawal dari ketertarikan Ponthon untuk memainkan contra bass yang diikuti saudara saudaranya yang lain. Reggy mempelajari banjo, Loulou mempelajari drum, dan Andy mempelajari gitar. Penampilan pertama mereka pada acara pesta di rumahnya membuat teman-teman ayahnya kagum dengan membawakan lagu-lagu sulit seperti Tiger Rag dan 12th Street Rag. Sejak saat itu mereka sering tampil di acara-acara pribadi di Surabaya. Tawaran tampil pun berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia. Sampai pada akhirnya pada tahun 1957 mereka sekeluarga memutuskan untuk hijrah ke Belanda.

Personil
Andy Tielman - vokal, gitar
Reggy Tielman - gitar, banjo, vokal
Ponthon Tielman - contrabass, gitar, vokal
Loulou (Herman Lawrence) Tielman - drum, vokal
Jane (Janette Loraine) Tielman - vokal
Fauzi (Firdaus Fauzi) Tielman - organ


SUHAERI MUFTI



SUHAERI MUFTI merupakan penyanyi gambang kromong yang sering dengan Lilis Suryani. Selain seorang penyanyi beliau juga seniman keroncong senior yang handal dari Betawi dan salah satu alat musik favorit beliau adalah Gitar Hawaian seperti yang tampak dalam foto. Beliau pernah bergabung dengan Orkes Keroncong Bintang Mustika Jakarta Barat.




OK BINTANG MUSTIKA JAKARTA BARAT



OK BINTANG MUSTIKA JAKARTA BARAT
Pimpinan DHARMAWAN LIEM
Grup ini merupakan grup keroncong senior di wilayah Jakarta Barat. Di grup ini diperkuat oleh para musisi antara lain:

Yang berdiri dari kiri kekanan.
Melody : MAT SHANDI
Biola     : KIM COAN
Flute     : ???
Cuk       : CONG YAN
Cello     : OEN LIANG

Duduk dari kiri ke kanan.
Cak       : TAN KIM SIAN
Vokal    : JEMMY, DHARMAWAN LIEM
Vokalis : IKA D, JOY PADMA

Dalam grup ini pernah bergabung musisi handal pemain gitar Hawaian dan beliau bernama SUHAER MUFTI.
SUHAERI MUFTI

Nampak dalam foto di atas adalah Orkes Keroncong Bintang Mustika pada tahun 1986. Sebagian dari Tokoh Keroncong senior ini telah tiada. Semoga beliau yang telah tiada berada di Nirwana Abadi, yang masih hidup diberi panjang umur, sehat selalu, bahagia lahir batin dan terhindar dari tanda tanda buruk. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta, semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu Sadhu Sadhu.




ROSNIATY SAM



ROSNIATY SAM adalah juara vokalis keroncong tahun 1982 yang melejit via lomba Bintang Radio seperti penyanyi penyanyi lainya. Setelah itu Rosniaty merambah dunia rekaman. Beliau pernah satu album dengan Toto Salmon, Mini Satria dan Subardjo H.S. Pengiringnya yaitu Orkes Keroncong Bintang Jakarta pimpinan Budiman BJ yang di rekam oleh Musica Studios dalam album Keroncong Asli Bintang Bintang Radio 1982.




OK WIJAYA KUSUMA



OK WIJAYA KUSUMA
Berdiri tahun 2013 pimpinan Neneng Keroncong

FLUTE      : AGUS RAHARDJO
BIOLA      : PERMANAS
GUITAR   : ANTONI HATTANTO
CUK         : RADENMAS ERTE RAWA
CELLO    : DARWANTO
BASS      : DARMAN PAGAR ALAM
VOKAL   : ANDRI AJA & NENENG KERONCONG

ORKES KERONCONG SEKAR KEDATON.



ORKES KERONCONG SEKAR KEDATON.
Terbentuk pada thn 1950 yg di bentuk oleh Sultan Kutai Kartanegara dan di pimpin langsung oleh Sultan Aji Muhammad Parikesit. Dan sekarang di teruskan oleh Anak cucunya yang di Pimpin oleh Bapak Syaiful Anwar yg akrab di panggil Om Nueng.

Pembimbing   : NUENG IB
Vocal                : ANELIA RAALEN, FADLI, SYARLA
Cello                 : DEDEK KAFIN
Bass                 : VAN EPONG
Violin                : ACHI
Keyboard 1     : AGUS
Keyboard 2     : WANEXT
Chak                 : ROBI
Chuk                 : ADITYA DRESTA IKRA NEGARA


IPUK SUNARMI




IPUK SUNARMI vokalis keroncong senior yang melejit lewat lomba keroncong seperti penyanyi lainya. Penyanyi yang satu ini seangkatan dengan S. Bekti, S. Harti, S. Harni, S. Mulyani, S. Darsih Kissowo, Is Sutikno, Ismanto, Toto Salmon, Gesang dan lain lain. Setelah menjuarai lomba, beliau banyak mengisi rekaman dan sering di duetkan dengan bintang2 keroncong lainya. Salah satu hasil rekaman beliau yaitu Album POTPOURRI KEMBANG KACANG di produksi Irama Nusantara Recording. Sebagai musik pengiringnya Ok Dharma Nada dibawah pimpinan Andjar Any. Pada album ini Ipuk Sunarmi menyanyikan lagu Taman Jurug Sala. Uniknya dalam side A di iringi Ok Bintang Surakarta pimpinan Waldjinah dan pada side B di iringi Ok Dharma Nada pimpinan Andjar Any. Pada side A khusus mengiringi Waldjinah dan pada side B khusus mengiringi Ipuk Sunarmi, S Harti, Moeljani dan Herwijati. Tetapi pada album ini covernya Waldjinah bersama personel Ok Dharma Nada.

Ipuk Sunarmi juga mempunyai album sendiri yang direkam dalam piringan hitam dalam album PUTRI SOLO di iringi Orkes Keroncong Sjahdu Kelana pimpinan Drs. J.H. Sinaulan S.H. Pada side 1 hanya berisi tiga lagu. Lagu yang pertama dan kedua  yaitu Putri Solo dan Bumi Emas Tanah Airku yang dinyanyikan Ipuk Sunarmi, lagu ketiga berjudul Merah Delima yang dinyanyikan S. Darsih atau S. Darsih Kissowo.

Pada side 2 lagunya yaitu Kesetiaanku yang di lantunkan S. Darsih Kissowo, lagu yang ke dua adalah Selamat Tinggal Malaysia dan lagu yang ke tiga berjudul Suratmu di nyanyikan Asih K.

Dalam album kaset Candik Ayu kovernya Waldjinah juga ada Ipuk Sunarmi yang membawakan lagu Candik Ayu. Uniknya dalam kaset ini pengiringnya juga dua grup yaitu Ok Bintang Surakarta pimpinan Waldjinah dan Ok Dharma Nada pimpinan Andjar Any.

Ipuk Sunarmi dalam album Keroncong Sjahdu Kelana direkam di cassete pita kovernya beliau sendiri di bersama penyanyi lainya seperti S. Darwati, S. Parmi, S. Darsih Kissowo, Asih Kusuma Wati dan Bunga Setyawati.

R. SASTRO TAUNO



R. SASTRO TAUNO (Alm) adalah Tokoh Keroncong senior kelahiran 1908. Beliau ini adalah seorang violis dan pelatih kroncong juga ayah dari Bagus Sugiarto seorang pemain Flute keroncong di Solo. Bapak R. Sastro Tauno ini pernah bersama Gesang (Alm). Pensiun DPU. KOTA PRAJA.SKA. pada tahun 1964. Sebelum pensiun juga menggalakan  OK. POR DPU.SKA. Disamping itu juga, beliau adalah Pengawas OK  PERATUAN ORKES ORANG BUTA di SEGARAN SRIWEDARI SKA. S/D TH  1968. BP MENINGGAL.TGL 15 AGSTS 1975. Dedikasi beliau terhadap Keroncong tidak di ragukan lagi, beliau sangat cinta keroncong. Semoga beliau dalam Surga Abadi. Amiin

SASTRO TAUNO (alm)
BAGUS SUGIARTO Putra bapak SASTRO TAUNO






ORKES STUDIO MEDAN (OSM)



ORKES STUDIO MEDAN (OSM)

Gugurnya seorang Tokoh Keroncong Senior anggota Orkes Studio Medan pimpinan Lily Suhairy. Peristiwa ini terjadi sewaktu grup Orkes Radio Medan ini sedang bersiap siap hendak menuju Pematangsiantar untuk mengadakan pertunjukan musik. Tiba tiba sebuah pesawat Sekutu menungkik dan memberondong secara membabi buta Stasiun Kereta Api Aras Kabu, Batang Kuis, Kabupaten Deliserdang Sumatera Utara. Puluhan orang tewas termasuk diantaranya salah satu dari rombongan musisi tergabung dalam Orkes Studio Medan (OSM). Suasana hiruk pikuk di stasiun kereta api pagi itu akhirnya berubah menjadi isak tangis. Lily Suhairy, duduk terdiam dan berlinang air mata melihat seorang rekannya, Miss Diding sudah tak bernyawa lagi.


Lily Suhairy sangat terpukul dengan peristiwa tersebut dan tak pernah hilang dari ingatannya. Untuk menghormati para korban, Lily kemudian menuangkan peristiwa tragis itu dalam sebuah karya musiknya berjudul Aras Kabu. Melalui instrumen pada musik ini, Lily menyampaikan pesan, agar masyarakat Indonesia tidak hanyut dalam kesedihan dan putus asa dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Di kalangan musisi dan seniman Tanah Air dari era tahun 1940 an, Lily Suhairy, sangat dikenal sebagai seorang tokoh komponis dan pejuang yang jujur. Karya karyanya, sempat memasyarakat di era perang kemerdekaan. Salah satu karyanya yang cukup populer berjudul Pemuda Indonesia. Lagu ini sempat membuat Lily Suheiry ditangkap dan disiksa oleh Nederland Indie Administration (NICA) serta ditahan selama tiga bulan.

Lily sangat dikenal dengan karya musiknya yang mengambarkan semangat untuk berjuang meraih kemerdekaan. Tidak hanya itu, di masa kedudukan Jepang, Lily juga sempat ditangkap oleh Kampetai merupakan pasukan rahasia Jepang karena lagunya “O Bayang” bernada anti Jepang disiarkan oleh pemuda Indonesia di Radio Jepang Hoso Kiyoku. Pria kelahiran Bogor, 23 Desember 1915, sejak kecil sudah lebih menyukai kesenian dari pada harus tekun dengan pelajaran.





OK BUNGA MAWAR Srimulat



OK BUNGA MAWAR, di grup ini terdapat Gesang, Hendroyadi, Hardiman dan Ndoro Griwo. Orkes ini sering pentas ke berbagai kota di Jawa Tengah dan lagu-lagunya disiarkan RRI Solo.


Dalam pementasan Orkes Keroncong Bunga Mawar di Purwodadi, Teguh berjumpa dengan Raden Ayu Srimulat. Inilah titik awal kebersamaan mereka di rombongan Orkes Bintang Timur pimpinan Djamaluddin Malik serta dalam Orkes Keroncong Bintang Tionghwa yang dipimpin oleh Kho Tjay Yan. Tahun 1949, R.A. Srimulat mendirikan Orkes Keroncong Avond dengan Teguh sebagai pendukung utama. Setahun kemudian, tanggal 8 Agustus 1950, mereka menikah dan mendirikan Gema Malam Srimulat. Teguh sendiri menjadi pimpinan Srimulat sejak 1957 hingga 1985. Teguh menikah lagi dengan Jujuk Juariah, primadona kelompok Srimulat, pada tahun 1970, 2 tahun setelah RA Srimulat meninggal. Teguh meninggal dunia pada tanggal 22 September 1996.

S. PADIMIN



S. PADIMIN adalah pimpinan di Orkes Keroncong Cendrawasih, S. Padimin menulis dan mengkomposisi lagu-lagu ciptaannya. Memang popularitasnya tidak setenar Gesang, Ismail Marzuki, atau Kusbini yang karyanya banyak dimainkan hingga saat ini.  Tak ada data informasi lengkap tentang tokoh ini selain pencantuman namanya di beberapa lagu keroncong yang ia ciptakan. Dalam kaset album “Keroncong & Stambul Old Favourites Vol. 1” yang dirilis Lokananta Records, S. Padimin menggaet beberapa penyanyi wanita untuk menyanyikan karyanya antara lain Suciati, Sutarsih, Hetty, Kustiyati, dan beberapa penyanyi lelaki yaitu S. Akhiyat, AM. Yahya dan Ms. Hudi. Ada satu lagu favorit saya di album ini, yaitu Cianjur. Lagu yang dinyanyikan oleh Sutarsih ini bercerita tentang keelokan Cianjur sebagai sebuah wilayah dengan alam yang pemandangan indah, keramah-tamahan penduduknya, dan juga kesuburan tanahnya. Sutarsih bernanyi dengan nada ceria dan centil.

OK GANESA TRENGGALEK



OK GANESA TRENGGALEK
Ok Ganesa merupakan grup dan tokoh keroncong senior di kota Trenggalek.
Dan salah satu Tokoh Keroncong Ok Ganesa yaitu bapak SUMIRAN, beliau musisi Contra Bass di grup tersebut. Menurut sumber yang terpercaya yaitu pakdhe Jumali mengatakan tentang pak Sumiran, "Ok Ganesa itu beliau pegang bass kontra saya masih bayi,  keroncong hanya itu di Trenggalek" begitu tutur pakdhe Jumali.  Jadi Ok Ganesa merupakan satu satunya grup keroncong di Trenggalek kala itu.  Tampak dalam foto bapak Sumiran yang mengenakan kaos putih.



MARKASAN MAESTRO KERONCONG SURABAYA



MARKASAN dilahirkan di kota Surabaya pada tahun 1918 dan tinggal di kota Surabaya. Dalam pergaulan sehari hari beliau tergolong orang pendiam dan rendah hati. Tetapi jiwa seninya sangat kental dan penuh dinamika, hal ini dapat kita lihat dari hasil karyanya. Isi hatinya di curahkan dalam bentuk lagu, nada, kata kata dan irama yang selalu di sesuikan dengan keadaan.

Sejak muda bakatnya memang sudah terlihat, yang menjadi kegemaranya terutama lagu lagu keroncong. Pengaruh daerah kelahiranya sangat mendalam dalam lubuk hatinya. Maka tidaklah heran kalau Markasan suka memainkan lagu lagu keroncong dan berbelok arah ke jurusan langgam jawa Khusus Jawa Timur.

Pada tahun 1948 Markasan bersama kawan2nya membentuk grup orkes keroncong dengan nama Orkes Keroncong Aneka Warna dan beliau menjadi leadernya. Selain itu beliau juga memainkan Cuk, Cello dan Gitar Hawaian.

Ok Aneka Warna ikut mengisi acara siaran radio di Surabaya dan popularitasnya semakin tambah. Selain itu juga sering menerima undangan sampai keluar kota. Ok Aneka Warna mempunyai warna corak yang khas dan spesifik. Dalam memajukan Ok Aneka Warna, Markasan dibantu oleh Achmad dan Ramelan. Hasil karya beliau yang sangat populer yaitu Lela Ledung dan Biyen Biyen Katon Apa yang di rekam dalam piringan hitam Seri ARI - 086. Untuk itu Soeparlan dan Kasman menolong membuatkan syairnya.

MUSISI OK CENDRAWASIH



MUSISI OK CENDRAWASIH
Pimpinan S. HOEDY KHUSJUK / S. PADIMIN

Hawaian/ Arr                  S. DENAN
Flute                                S. PARMAN
Biola                                URIP SANTOSO
Guitar                              S. YATMAN
Cello                                SOEBOER
CUK                                 RAMELAN
Cak                                  TAMIN
Bass                                 SIDIQ
Tambourine                    S. DRIYA








GREGORIUS DJADUK FERIANTO



GREGORIUS DJADUK FERIANTO (lahir di Jogjakarta, 19 Juli 1964; umur 53 tahun) atau yang lebih dikenal dengan nama Djaduk Ferianto adalah seorang aktor, sutradara dan musikus berkebangsaan Indonesia. Ia adalah putra bungsu dari Bagong Kussudiardja, koreografer dan pelukis senior Indonesia. Dalam bermusik, dia lebih berkonsentrasi pada penggalian musik-musik tradisi. Djaduk adalah salah satu anggota dari kelompok musik Kua Etnika, musik humor Sinten Remen, dan Teater Gandrik. Selain bermusik, dia juga menyutradarai beberapa pertunjukan teater dan menggarap ilustrasi musik untuk sinetron di televisi. Djaduk pernah mendirikan Kelompok Rheze yang tahun 1978 pernah dinobatkan sebagai Juara I Musik Humor tingkat Nasional, mendirikan Kelompok Musik Kreatif Wathathitha. Pada tahun 1995, bersama dengan kakaknya, Butet Kertaradjasa dan Purwanto, mendirikan Kelompok Kesenian Kua Etnika, yang merupakan penggalian atas musik etnik dengan pendekatan modern. Pada tahun 1997, Djaduk mengolah musik keroncong dengan mendirikan Orkes Sinten Remen.Salah satu hal yang pernah mengganjal Djaduk adalah label lokal dan nasional. Ia mengalami diskriminasi itu sejak 1979. Djaduk baru bisa masuk industri (nasional) tahun 1996, setelah muncul di acara Dua Warna RCTI. Maka ketika Djaduk banyak menerima job tingkat nasional, ia tetap bertahan sebagai orang lokal. Tak akan menetap atau berdomisili Jakarta, meski frekuensi tampil di ibukota sangat tinggi. Djaduk dan kelompoknya tetap berada di Yogya.

Anak Bagong Kussudiardja ini juga tak mau kalah dari kakaknya, Butet Kertaredjasa. Djaduk lahir di Yogyakarta pada 19 juli 1964. Dalam bermusik, ia lebih fokus pada penggalian musik-musik tradisi. Kelompok Rheze yang didirikannya pernah dinobatkan sebagai Juara I Musik Humor Tingkat Nasional. Sebagai aktor, Djaduk pernah terlibat dalam film Petualangan Sherina (2000), Koper (2006), Jagad X Code (2009), dan Cewek Saweran (2011). Sementara sebagai pemusik, sekira 8 album telah dihasilkannya.


TEGUH SLAMET RAHARDJO



KHO TJIEN TIONG, atau dikenal dengan Teguh Slamet Rahardjo lahir di Klaten, Jawa Tengah, Hindia Belanda, 8 Agustus 1926 meninggal di Solo, Jawa Tengah, Indonesia, 22 September 1996 pada umur 70 tahun, adalah seorang seniman Indonesia. Teguh lahir dari keluarga miskin di Bareng, Klaten, Jawa Tengah, dari pasangan Ginem dan Go Bok Kwie. Teguh menyelesaikan pendidikan dasarnya di Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) Purwoningratan Solo. Teguh adalah Ketua  HAMKRI Surakarta generasi ke II setelah Budi Sulistyo suami Waldjinah.

Pada tahun 1942, Teguh mulai membantu ayahnya bekerja di percetakan. Ia bersahabat akrab dengan seorang pembuat gitar bernama Wiro Kingkong. Bersama temannya, Tan Tiang Ping, ia kemudian membentuk grup keroncong Asli di Kampung Perawit. Lalu bergabunglah Lie Tjong Yan, Liem Swie Hok, Liew Houw Wan, The Kit Liong, Kho Djien Tik dan Yo Thio Im. Di sini, Teguh mulai belajar
bermain gitar dan biola. Bersama Supardi, ia menjadi anggota grup musik di Gedung Kakio Sokai, Purwoningratan. Di sinilah ia berpentas musik untuk umum untuk pertama kalinya. Pada tahun 1943, ia terlibat dalam pesta para pembesar tentara Jepang di Gedung Gajah, Solo. Teguh lalu menerima tawaran dari Thio Tek Djien-Miss Ribut untuk bergabung dalam rombongan sandiwara Miss Ribut’s Orion yang setiap malam menggelar pertunjukan di Gedung Shonan, Pasar Pon, Solo. Dua bulan kemudian, grup ini bubar. Pada tahun 1946, ia menerima tawaran R. Supomo untuk bergabung dengan Orkes Keroncong Bunga Mawar. Di grup ini ia bersama Gesang, Hendroyadi, Hardiman dan Ndoro Griwo. Orkes ini sering pentas ke berbagai kota di Jawa Tengah dan lagu-lagunya disiarkan RRI Solo. Dalam pementasan Orkes Keroncong Bunga Mawar di Purwodadi, Teguh berjumpa dengan Raden Ayu Srimulat. Inilah titik awal kebersamaan mereka di rombongan Orkes Bintang Timur pimpinan Djamaluddin Malik serta dalam Orkes Keroncong Bintang Tionghwa yang dipimpin oleh Kho Tjay Yan. Tahun 1949, R.A. Srimulat mendirikan Orkes Keroncong Avond dengan Teguh sebagai pendukung utama. Setahun kemudian, tanggal 8 Agustus 1950, mereka menikah dan mendirikan Gema Malam Srimulat. Teguh sendiri menjadi pimpinan Srimulat sejak 1957 hingga 1985. Teguh menikah lagi dengan Jujuk Juariah, primadona kelompok Srimulat, pada tahun 1970, 2 tahun setelah RA Srimulat meninggal. Teguh meninggal dunia pada tanggal 22 September 1996. Selama memimpin Srimulat, Teguh menggunakan corak kepemimpinan kharismatik. Pengaruhnya bersifat personal dan mendapat pengakuan luas dari pengikutnya. Hal ini terjadi karena sifat Srimulat yang masih kekeluargaan dan bersifat komunal. Pendidikan anggota yang umumnya rendah juga membuat kepemimpinan bersifat paternalistik. Seluruh mekanisme ide lawakan, manajemen keuangan, penyusunan cerita, sampai keputusan untuk mengembangkan usaha diserahkan pada Teguh.


Pola kepemimpinan seperti inilah yang kemudian menghasilkan berbagai persoalan di internal Srimulat. Ini dikarenakan kepemimpinan paternalisitik tidak bisa dijadikan landasan untuk memecahkan masalah secara rasional-modern, tidak adanya pembagian kekuasaan, otoritas terpusat pada satu orang, tidak adanya merit system/sistem reward yang jelas, dan persoalan suksesi dan munculnya hegemoni di pelawak senior. Faktor-faktor inilah yang menjadi sebab utama runtuhnya Srimulat pada tahun 1989. Selama Teguh berkuasa sebagai pemimpin Srimulat, seluruh persoalan di atas diselesaikan di tangannya, terutama soal regenerasi dan kaderisasi, tetapi setelah Srimulat bubar dan tidak adanya sistem pendukung, maka runtuhlah bangunan Srimulat sebagai sebuah organisasi/lembaga. Meski dari segi nilai, Srimulat telah melampau hakikatnya sendiri.





SILSILAH KETUA HAMKRI SURAKARTA



SILSILAH KETUA HAMKRI SURAKARTA

Ketua Hamkri yang pertama yaitu Budi Sulistya suami dari Waldjinah. Setelah itu di ganti oleh Kho Tjien Tiong suami Jujuk Juariah, atau dikenal dengan Teguh Slamet Rahardjo lahir di Klaten, Jawa Tengah, Hindia Belanda 8 Agustus 1926 meninggal di Solo, Jawa Tengah, Indonesia, 22 September 1996 pada umur 70 tahun adalah seorang seniman Indonesia dan juga pemilik Srimulat. Teguh hanya menjabat 2 tahun dan kepempinan diserahkan kembali  Budi Sulistyo. Tongkat estafet selanjutnya adalah Raja langgam jawa yaitu KRT Andjar Any Singanagara dengan nama asli Andjar Mudjiono, lahir di Ponorogo, 3 Maret 1936 meninggal di Surakarta 13 November 2008 pada umur 72 tahun juga seorang sastrawan terutama sastra Jawa modern, wartawan, dan kritikus seni asal Surakarta. Setelah Andjar Any tongkat estafet selanjutnya yaitu R. Sugianto sampai selanjutnya digantikan oleh Ratu keroncong Waldjinah sebagai penyanyi keroncong senior, kiprahnya selama puluhan tahun banyak mendapatkan apresiasi, antara lain Anugerah Seni Jateng 2002, Penghargaan Putri Solo dari Paku Buwono XII 2003, dan Hadiah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia 2006. Setelah Waldjinah tongkat estafet selanjutnya yaitu Willy Tandio Wibowo dan pelantikan pengurus DPC Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia (HAMKRI) Kota Solo, di Loji Gandrung Jl Slamet Riyadi Solo, Jumat (18/11/2011) malam. Pengurus DPC HAMKRI Kota Solo dilantik untuk masa kepengurusan tahun 2011 sampai dengan tahun 2016. Willy memimpin hanya sampai 2014, karena mengundurkan diri dan ada SK PJ,  selanjutnya Hamkri di pimpin oleh Wartono ketua Hamkri yang sekarang adalah generasi yang ke VII.

Silsilah Ketua Hamkri Surakarta
1. Budi Sulistyo
2. Teguh Slamet Rahardjo
3. Andjar Any
4. R. Sugianto
5. Waldjinah Budi
6. Willy Tandio Wibowo
7. Wartono (Krontjong Wartono facebook)

MULYADI FLUTE (Mul Kisut)



MULYADI almarhum dulu tinggal di Surabaya dan setelah menikah dengan Murtie yang merupakah vokalis keroncong di Solo, kemudian menetap di kota Solo. Mulyadi belajar berbagai alat musik, tapi favoritnya yaitu Saxophone. Selanjutnya beliau meneruskan untuk bermain musik klasik dan juga pemimpin sebuah band rock. Setelah beberapa saat ia menjadi tertarik pada keroncong dan bergabung dengan beberapa orkestra sehingga ia bisa mempelajari teknik dan memahami struktur musik. Pada saat itulah dia mulai membuat pengaturan instrumental yang dia dapatkan dengan tangan.


Keroncong menjadi gairah dan Mulyadi segera mengembangkan reputasi untuk keahliannya. Hal ini menyebabkan pengangkatannya sebagai pemimpin Radio Orkes Surakarta (ROS), posisi yang dipegangnya selama bertahun-tahun waktu itu.Setelah beliau pensiun dari ROS, dia terlibat dalam beberapa orkestra keroncong lokal namun mengatakan bahwa fokusnya adalah melestarikan musik kesukaannya dengan mengajari kaum muda. "Banyak anak muda diperkenalkan ke keroncong oleh orang tua mereka dan mereka merasa sangat menyukainya. 'Selain itu, meski banyak orang bisa bermain keroncong, mereka perlu dibimbing untuk mengembangkan jiwa (roh, jiwa) musik. Sama halnya dengan jazz dan pop jika Anda tidak memiliki semangat, musiknya tidak memiliki sesuatu.

Mulyadi almarhum bersama Mini Satria dalam album kaset 

Mulyadi mengajar anak laki-laki dan perempuan sebuah perubahan dari masa lalu ketika laki-laki bermain dan perempuan bernyanyi dan bertujuan untuk membangun kelompok keroncong dari musisi muda. Sementara itu ia termasuk pemain muda di orkestra sehingga bisa mendapatkan pengalaman. Dalam sebuah pertunjukan publik , Mulyadi duduk di antara dua pemain flute muda, salah satunya adalah anaknya, sementara seorang pemain senior membimbing dua pemain biola muda.


MUS MULYADI





MUS MULYADI lahir di Surabaya, Jawa Timur, 14 Agustus 1945; umur 72 tahun adalah penyanyi keroncong Indonesia. Ia bahkan mendapat julukan sebagai si "Buaya Keroncong". Beberapa lagunya yang menjadi hit antara lain, "Kota Solo", "Dinda Bestari", "Telomoyo", dan "Jembatan Merah". Ia pernah menjadi anggota Favourite Band. Istrinya juga seorang penyanyi, Helen Sparingga, dan adiknya juga menjadi penyanyi pop & jazz Mus Mujiono di era 1980-an.

Terlahir dengan nama Mulyadi, dilahirkan di Kota Buaya, dan menghabiskan masa kecil hingga remajanya di kota itu. Ia adalah anak ketiga dari delapan bersaudara anak dari pasangan Ali Sukarni dan Muslimah. Bakat seninya tumbuh secara otodidak karena pengaruh dalam keluarganya yang memang seniman. Meskipun ia tidak pernah dirancang oleh ayahnya yang berprofesi sebagai pemain Gamelan untuk mengikuti jejaknya. Tiga saudaranya memilih berkecimpung dalam bidang seni tarik suara. Dua kakaknya yakni Sumiati berprofesi sebagai penyanyi keroncong di Belanda dan abangnya Mulyono dikenal di Surabaya sebagai penyanyi keroncong. Selain itu adiknya Mus Mujiono pun pada akhirnya terjun ke dunia musik dengan memilih musik jazz dan pop sebagai jalur pilihan kariernya.

Mendirikan Band Irama Puspita
Sebelum terjun sebagai penyanyi, pada masa remajanya di Surabaya ia telah membentuk sebuah band '''Irama Puspita''' dengan personil tiga belas wanita-wanita perkasa yang telah dipersiapkannya untuk sukses di panggung hiburan. Ia menjadi pelatih band Irama Puspita selama beberapa tahun. Band asuhannya ini pernah manggung di acara POI Ganefo di Jakarta dan merajai berbagai lomba festival musik di Surabaya. Namun 3 di antara anggotanya tanpa sepengetahuannya kemudian memilih hengkang, dan secara diam-diam pindah ke Jakarta. Ketiganya adalah Titiek AR, Lies AR dan Sugien alias Susy Nander. Ketiganya kemudian diketahui bergabung dengan sebuah band wanita di ibukota yang bernama Dara Puspita. Tak lama kemudian Mus Mulyadi pun membubarkan band asuhannya tersebut.

Mendirikan Band Arista Birawa
Mus bergabung sebuah grup band '''Arista Birawa''' pada tahun 1964 yang dibentuk oleh Busro Birawa. Personilnya adalah ia sendiri sebagai pemegang bas dan merangkap sebagai vokalis, Jeffry Zaenal (Abidin)' pada drum, M.Yusri pada Rhythm, Oedin Syach pada Lead guitar, bersama Sonata Tanjung. Bersama Arista Birawa, Mus Mulyadi menelurkan satu album Jaka Tarub yang diproduksi PT Dimita Moulding Industries Record pada tahun 1965. Belakangan band itu menghasilkan album rekaman lokal Si Ompong & Masa Depanmu di Serimpi Recording tahun 1972 tanpa keterlibatan Mus Mulyadi. Kemudian dirilis ulang pada tahun 2005 di recording Shadoks-Jerman.

Mengembara ke Singapura
Atas ajakan temannya Jerry Souisa sebagai pemimpin group, mengajak dua anggota Arista Birawa yakni Mus Mulyadi dan Jeffry Zaenal dan seorang rekannya Arkan untuk melakukan tour pertunjukan di Singapura. Meski pada mulanya ia ragu untuk meninggalkan bandnya yang sudah mempunyai gaung di kalangan arek-arek Surobayo. Apalagi saat itu ayahnya belum lama meninggal dunia. Namun akhirnya bersama tiga rekannya, ia meninggalkan Surabaya dan nekat mencoba mengadu nasib ke Singapura pada tahun 1967. Menggunakan kapal kayu selama 2 minggu perjalanan hingga mendarat di Tanjung Pinang. Kemudian mereka mereka menerima show hajatan tanpa dibayar oleh seorang saudagar tauke China sebagai upah untuk menyeberangkan mereka ke Singapura. Di Singapura mereka menumpang di rumah sebuah keluarga etnis Melayu. Selama 2 tahun di sana mereka tak kunjung mendapatkan tawaran show. Sempat menjadi gelandangan, kelaparan, dan terlunt-lunta tanpa makanan, pekerjaan, dan uang. Dengan keteguhan dan kesabaran mereka akhirnya mulai mendapatkan kesempatan mengubah nasibnya. Setelah sempat menjadi pengangguran, Mus belajar menciptakan lagu dan muncullah lagu "Sedetik Dibelai Kasih", "Jumpa dan Bahagia", " Kr. Jauh di Mata", hingga terkumpullah 10 lagu. Mereka membentuk sebuah band yang diberi nama The Exotic dengan personil Jerry Souisa pada lead guitar, Arkan pada Rhythm guitar, Jeffry Zaenal (Abidin) pada drum dan Mus Mulyadi pada bass sekaligus vocalist. Ia kemudian menawarkan karya-karyanya itu kepada Live Recording Jurong tahun 1969. Mereka langsung membuat 2 album Pop dan Keroncong dalam bentuk vinyl / plat yang biasa disebut (EP7 (Extended Play). Dalam cover album tersebut Mulyadi mulai menggunakan nama Mus Mulyadi sebagai nama resminya. Tambahan kata Mus ia ambil dari penggalan nama ibunya. Di Singapura, Mus berhasil mendapatkan uang 2.800 Dollar Singapura untuk dua LP (piringan hitam). Setelah mengantungi uang, Mus Mulyadi dan tiga rekannya kembali ke Tanah Air. Disayangkan mereka belum menikmati jerih payahnya di Singapura, karena memilih pulang ke Indonesia bertepatan dengan hari wafatnya Bung Karno.

Favourite's Group
Pada tahun 1971 ia rekaman solo di Remaco diiringi kelompok A. Riyanto, Empat Nada Band. A. Riyanto kemudian mengajaknya bergabung dengan band Empat Nada. Oleh A. Riyanto, konsep band 4 Nada sebagai band pengiring tetap yang selama ini dilakoninya di Remaco hendak diubahnya menjadi sebuah band mandiri. Band baru diberi nama Favourite's Group. Anggota awalnya adalah Mus Mulyadi (vokal/Rhythm), dan 4 anggota band 4 Nada : A Riyanto alias Kelik (Keyboard/Vokal), '''Nana Sumarna'''(Bass), '''Eddy Syam''' (Gitar) dan '''M. Sani''' (Drum). Mereka sangat modern dalam bermusik, tapi juga sangat maju dengan sentuhan romantisme masa silam. Mereka berhasil menempatkan nilai-nilai musik di kepala mereka sehingga menjadi kekuatan bagi Favourite’s Group. , Mereka lalu rekaman di Musica Studio. Lahirlah lagu: "Cari Kawan Lain", "Angin Malam", "Seuntai Bunga Tanda Cinta", "Nada Indah". Kaset ini ternyata meledak dan langsung mengangkat popularitas band ini. Namun selepas album vol. I ini terjadi perubahan formasi personil, dimana 3 anggota memilih kembali ke bandnya semula band 4 Nada.

A. Riyanto keyboardist merangkap leader dan Mus Mulyadi vocalist kemudian mencari pengganti untuk melanjutkan kiprah musik band Favourite's group. Mereka merekrut Is Haryanto pada drum dan Harry Toos pada gitar, untuk posisi bass dirangkap oleh Mus Mulyadi. Dengan formasi II ini mereka kemudian berhasil menelurkan album volume II yang bersisi lagi-lagu diantaranya “Mimpi Sedih, Aku Yang Kau Tinggalkan, Cintaku Suci, & Lagu Gembira”. Album ini cukup direspon pasar meski tak seheboh pada album I. Pada periode berikutnya terjadi perubahan formasi lagi (III) dengan penambahan pemain bass yakni Tommy W.S.. Dengan formasi ini Mus Mulyadi lebih fokus pada penyanyi utama. Formasi ini melaju dengan berbagai album yang hampir seluruhnya meledak di pasaran masa itu. Band ini kemudian menjadi sangat populer dan menjadi salah satu legenda musik Indonesia hingga saat ini.

Di sela aktivitasnya Favourite's Group, Mus Mulyadi ditawarkan oleh produser untuk membuat solo album. Dalam album tersebut Mus Mulyadi dibuatkan sebuah lagu berbahasa Jawa oleh Is Haryanto berjudul "Rek Ayo Rek". Lagu ini ternyata meledak di pasaran. Bahkan menjadi legenda dan salah satu icon abadi kota Surabaya. Setelah menyelesaikan album Favourite's Groupvol. 4 "Aku Tak Berdosa", Mus Mulyadi kemudian memilih mengundurkan diri dari Favourite's Group untuk berfokus pada karier penyanyi solo. Posisinya kemudian digantikan oleh Mamiek Slamet pada tahun 1978 setelah sebelumnya band ini sempat beraktivitas tanpa vocalist utama.

Mus kemudian mencoba menyanyikan lagu keroncong pop, ternyata hasilnya luar biasa dan meledak di mana-mana, seperti lagu Kr. Dewi Murni. Kasetnya laku keras. Setelah itu, julukan "Buaya Keroncong" pun melekat padanya. Saat show ke luar negeri seperti Belanda atau Amerika, ia dikenal sebagai The King of Keroncong.









































MANTHOUS



MANTHOUS nama asli Anto Soegiyartono adalah tokoh dan pemusik campursari, ia lahir di Playen, Playen, Gunung Kidul, 10 April 1950 – meninggal di Tangerang, 9 Maret 2012 pada umur 61 tahun. Pengalaman di Jakarta bersama B. J. Soepardi, Benyamin Sueb, Idris Sardi, Bing Slamet, Grup Kwartet Jaya, dan lain-lain. Ia kemudian mendirikan Grup Campursari Maju Lancar di Gunung Kidul. Manthous lahir di Desa Playen, Gunung Kidul, pada tahun 1950. Pada tahun 1966, ketika berusia 16 tahun, Manthous memberanikan diri pergi ke Jakarta. Tentu saja dengan latar belakang pendidikan SMP, pilihan utamanya adalah hidup ngamen, yang ia anggap mewakili bakatnya. Pada tahun 1969 dia bergabung dengan Orkes Keroncong Bintang Jakarta pimpinan B. J. Soepardi sebagai pemain cello petik. Namun kemudian, pada tahun tahun 1976, Manthous yang juga piawai bermain bass mendirikan grup band Bieb Blues berciri funky rock bersama dengan Bieb anak Benyamin Sueb. Bieb Blues bertahan hingga tahun 1980. Ia adalah juru rekam Musica Studio. Kemudian, Manthous bergabung dengan Idris Sardi, dalam grup Gambang Kromong Benyamin Sueb. Selain itu sebelumnya ia pernah juga menjadi pengiring Bing Slamet ketika tampil melawak dalam Grup Kwartet Jaya. Tahun 1990 ia berkenalan dengan A. Riyanto yang memiliki studio di Cepete, dan sering membuat rekaman di studio ini.

Mendirikan Campursari

Kelihatannya semua pengalaman inilah yang membuat Manthous menguasai aliran musik apa pun. Dalam khazanah dangdut, bahkan, dia juga menjadi panutan karena mampu mencipta trik-trik permainan bas, yang kemudian ditiru oleh para pemain bas dangdut sekarang. Pada tahun 1993, Manthous mendirikan Grup Musik Campursari Gunung Kidul Maju Lancar. Garapannya menampilkan kekhasan campursari dengan langgam-langgam Jawa yang sudah ada. Ada warna rock, reggae, gambang kromong, dan lainnya. Ada juga tembang Jawa murni seperti Kutut Manggung, atau Bowo Asmorondono, dengan gamelan yang diwarnai keyboard dan gitar bas. Bersama grup musik yang berdiri tahun 1993 dan beranggotakan saudara atau rekan sedaerah di Playen, Gunungkidul, Yogyakarta itu. Membuat Rekaman Casette Manthous menyelesaikan sejumlah volume rekaman di Semarang. Omzet penjualan mencapai 50.000 kaset setiap volume, tertinggi dibanding kaset langgam atau keroncong umumnya pada tahun-tahun pertengahan 1990-an.Di samping menyanyi sendiri dalam kegiatan rekaman itu Manthuos juga menampilkan suara penyanyi Sulasmi dari Sragen, Minul dari Gunungkidul, dan Sunyahni dari Karanganyar. Beberapa lagunya yang populer di antaranya Anting-anting, Nyidamsari, Gandrung, dan Kutut Manggung. Namun, karya besarnya yang banyak
dikenal oleh orang Indonesia adalah Getuk yang pertama kali dipopulerkan oleh Nurafni Octavia.

Akhir Hayatnya
Sampai sebelum akhirnya terkena serangan stroke pada pertengahan tahun 2001, Manthous bersama Grup Campursari Maju Lancar Gunungkidul menjadi kiblat bagi para pencinta lagu-lagu langgam Jawa dan campursari. Tahun 2002 ia mulai memakai kursi roda akibat stoke, namun hingga akhir hayatnya ia masih aktif bernyanyi meski memakai kursi roda. Terakhir ia tinggal di Perumahan Bukit
Pamulang, Tangerang. Ia meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Pamulang pada tanggal 9 maret 2012, dan tanggal 10 Maret 2012 dibawa lewat udara melalui Bandara Soekarno Hatta.



Keluarga

Utasih Manthous (lahir 1957), isteri, menikah tahun 1976
Deasy Liana (lahir 1959), isteri, menikah tahun 1983
Tatut Dian Ambarwati (lahir 1977), anak
Ade Dian Chrismastuti (lahir 1978), anak
Denny Dian Nawanina (lahir 1979), anak
Anindya Janu Wardhani (lahir 1988), anak, saat ini masih kuliah dan berdomisili di Yogyakarta
Sabrina Andes Putri Anto (lahir 1988), anak
Joan Antonio Marcello De Pizzicato (lahir 1990), anak












R. SOETEDJA POERWODIBROTO



R. SOETEDJA POERWODIBROTO sejak 1940-an nama Sungai Serayu sering terdengar di radio lewat lagu kroncong ‘Di Tepinya Sungai Serayu’ ciptaan R. Soetedja Poerwodibroto (1909 – 1960), komponis kelahiran Banyumas yang juga mencipta lagu ‘Tidurlah Intan’ dan ‘Kopral Jono’. Ratusan partitur lagu ciptaannya yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta musnah saat terjadi kebakaran pada 1950-an. Adalah Jack Lesmana yang secara kebetulan menyelamatkan sekitar 70-an karya R. Soetedja itu

“Di Tepi Sungai Serayu”. Ya, lagu bergenre keroncong tersebut merupakan ciptaan almarhum R. Soetedja, seniman dan komponis asli Banyumas. Selain dikenal sebagai seniman, tokoh yang lahir pada tanggal 15 Oktober 1909 ini juga dikenal sebagai salah satu pendiri Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto.

Sejatinya lagu gubahan R. Seotedjo tidak hanya lagu “Di Tepi Sungai Serayu” tapi masih banyak lagi. Namun sebagian besar karya beliau yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta musnah pada saat terjadi kebakaran tahun 1950-an. Maka, banyak gubahan beliau dalam bentuk partitur note balok ikut musnah terbakar. Meski begitu, gitaris Jack Lesmana alias Jack Lamers sempat meminjam beberapa partitur lagu-lagu gubahan beliau untuk direkam. Berkat Jack Lesmana, sekitar 70 lagu sempat  terselamatkan. Tapi, ratusan lagu lainnya binasa. Sayangnya justru partitur lagu-lagu lagendaris itulah yang ikut binasa. Lagu-lagu gubahan R. Soetedjo juga terkenal di Eropa terutama di Negara Belanda. Misalnya lagu “Als d'Orchide Bluijen” atau dalam bahasa Indonesia artinya “Ketika Anggrek Berbunga”. Konon, lagu tersebut diciptakan di negeri Belanda ketika R. Seotedjo dengan pacarnya yang berkebangsaan Belanda sedang berjalan-jalan di pasar bunga. Kemudian ada juga lagu terkenal lainnya seperti “Waarom Huil Je tot Nona Manies” atau “Mengapa Kau Menangis” diciptakan ketika R. Seotedjo berpisah dengan pacarnya, karena telah menyelesaikan studi di konservatori musik di Roma, Italia.
Di Indonesia, sebagian masyarakat hanya mengenal beberapa lagunya ciptaannya seperti “Tidurlah Intan” yang sempat menjadi closing song siaran bahasa Indonesia radio Australia, “Hamba Menyanyi,” “Mutiaraku”,  “Kopral Jono” dan yang cukup terkenal adalah lagu“Di Tepinya Sungai Serayu. Untuk lagu “Kopral Jono” R. Soetedjo menggubahnya secara khusus untuk menyindir keponakannya yang berpangkat kopral, tapi terkesan bersifat play bloy. Sedangkan lagu “Tidurlah Intan” diciptakan untuk meninabobokan anaknya.
Masa Kecil R. Soetedja
Soetedja merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara putra Asisten Wedana Kebumen, Baturaden bernama R. Ibrahim Purwadibrata. Menginjak umur satu tahun, Soetedjo kecil dijadikan anak angkat oleh seorang pengusaha besar perkebunan di Purworejo Klampok Banjarnegara, bernama R. Soemandar, yang  merupakan kakak kandung ayahnya.
Konon Soetedja kecil suka memukul-mukul perangkat untuk memasak di dapur ibunya. Suara-suara yang ditimbulkan dari perangkat untuk memasak itu sangat mengganggu ayahnya. Meski begitu, sang ayah sempat menangkap bakat musik Soetedja kecil.
Membaca bakat yang luar biasa pada diri Soetedjo kecil, ayahnya membelikan biola Stadivarius Paganini pada saat berdagang di Eropa. Soetedja kecil sangat gembira, dan tidak lagi menciptakan bunyi-bunyian perkusi dari perangkat dapur milik ibunya. Di kemudian hari, Soetedja kecil mendapat hadiah instrumen musik berikutnya, berupa piano.