MISS RIBOET lahir pada 24 Desember 1900 di Aceh, berdarah Jawa.
Miss Roboet ini seangkatan dengan deretan penyanyi kroncong seperti Netty, Achmad Zaelani, Amiek Dasuki, R. Koesbini. Miss Riboet merupakan diva pertama musik Indonesia.
Miss Riboet juga anggota perkumpulan tonil Melayu yang berdiri di Batavia pada 1925. Namanya Miss Riboet Orion. Perkumpulan itu didirikan seorang terpelajar Tionghoa, lulusan sekolah dagang, Tio Tek Djien (TD Tio Jr.). Istrinya, yang sebelumnya memang bergelut di seni panggung, Riboet (Sulastri), dijadikan sebagai primadonya.
Barangkali bintang kroncong yang pertama adalah Miss Riboet (1900-1965). Lahir di Aceh, dia adalah seorang Sri Panggung yaitu artis muda dan cantik yang menjadi bintang utama
dalam suatu rombongan teater. Setiap rombongan, waktu itu, harus mempunyai Sri Panggung, dan Sri Panggung harus mampu menjadi pemegang peran, penyanyi, dan sekaligus penari. Mulai sekitar tahun 1925, Miss Riboet adalah Sri Panggung dalam rombongan Maleische Operette Gezelschap Orion. Gaya teaternya berdasarkan model Stambul tetapi lebih modern, dengan cerita-cerita yang diciptakan oleh pengarang Orion sendiri (bukan sekedar diangkat dari 1001 Malam atau legenda). Dialognya diucapkan
(daripada dinyanyikan), dengan teknik pentas spektakuler. Dari segi musik, instrumentasinya lebih lengkap dan modern, lagu lagunya di ambil dari mana-mana (bukan lagi lagu lagu Stambul Nomor Se kian15). Dan juga ditambahkan “extra turn” atau “cabaret,”
yaitu tarian dan nyanyian lepas sebagai selingan di antara adegan ceritanya.Bintang bintang kroncong pada tahun-tahun 1920 an, selain Miss Riboet, antara lain, Miss Toemina dari Surabaya, Miss Herlaut (atau Aer Laoet) dari Solo, Wim Waha, John Iseger, Paulus Item dari Malang, Amat dari Surabaya, dan banyak lagi. Ada juga orkes kroncong yang
terkenal tetapi tidak terikat pada rombongan teater,antara lain:
Muziekvereeniging Lief Java,
Orkes Noya
Orkes Lief Indiƫ
Orkest Krontjong Nacht Sirenen
Orkest Krontjong De Nachtegaal
Orkest Krontjong De Leeuw
Lagu kroncong semuanya direkam pada piringan hitam sekitar tahun 1926 dan 1927. Di antaranya ada lagu kroncong yang judulnya berkaitan dengan nama penyanyi (Miss Riboet, Aer Laoet), nama tempat (Aceh, Bogor, Jawa Timur, Brastagi), nama orkes kroncong (De Leeuw, De Nachtegaal), dan nama toko (Hoo Soen Hoo). Judulnya menggunakan kata-kata dalam bahasa Melayu atau Indonesia, bahasa Belanda, dan bahasa Inggris. Rupanya repertoar kroncong pada pertengahan tahun 1920 an sudah jauh lebih kompleks dibanding dengan zaman sebelum Perang Dunia Pertama, di mana sebuah lagu kroncong cukup dinamakan “Lagoe Krontjong” saja.
0 komentar:
Posting Komentar