MUS MUJIONO



MUS MUJIONO adik dari Mus Mulyadi lahir di Surabaya pada 15 Maret 1960, Mus Mujiono atau yang akrab disapa Nono memiliki kecintaan yang teramat mendalam pada dunia musik. Saking cintanya, putra pasangan Ali Sukarni dan Musimah ini bahkan mengistilahkan dirinya sebagai seorang maniak musik. Istilah itu cukup beralasan jika melihat kemampuannya dalam memainkan hampir seluruh alat musik, mulai dari keyboard, drum, gitar, saksofon, kecuali terompet. Dari sekian banyak instrumen tersebut, gitarlah yang kemudian menjadi spesialisasinya.

Sejak kelas enam SD, Nono sudah menekuni gitar. Apalagi ia terlahir dalam lingkungan keluarga pecinta musik. Sang ayah berprofesi sebagai musisi keroncong, sementara kakaknya, Mus Mulyadi dikenal sebagai penyanyi keroncong.

Saat berusia 18 tahun, Nono yang tergabung dalam band The Hands, masuk dapur rekaman untuk pertama kalinya dan berhasil mencetak sebuah lagu hits berjudul Hallo Sayang. Namun kebersamaannya dengan The Hands tak berlangsung lama karena band tersebut akhirnya bubar. Padahal saat itu, bisa dibilang popularitas Nono mulai terangkat ke permukaan.

Setelah itu Nono mulai merintis karirnya sebagai solois. Tujuh buah album solo berhasil dihasilkannya. Meski begitu, ia justru merasa tidak ada kemajuan yang berarti dalam karirnya. Terlebih ia berpikiran kalau masyarakat hanya berasumsi bahwa ia cuma mengekor jejak sang kakak, Mus Mulyadi. Saat itu Mus Mulyadi memang sedang di puncak popularitasnya lewat lagu lagu keroncong pop Jawa seperti Rek Ayo Rek. “Saya jadi mikir, kok perjalanan karier saya berat sekali dan nggak bisa melesat jauh,” tutur pemilik rambut keriting ini.

Dengan bekal bakat dan ilmu yang sudah didapatnya selama berkarir dalam band maupun solo, Nono bertekad menghapus anggapan miring itu. Prinsipnya, ia harus tampil beda dari kakaknya. Hingga pada akhirnya, ia menjatuhkan pilihan musiknya di jalur jazz. Meski sejak awal, ia menyadari tidak mudah untuk menekuni genre musik tersebut. Baginya, musik jazz terutama klasik jazz merupakan titik pangkalnya musik. “Kalau lukisan, ya, abstraklah,” demikian ia menganalogikan jazz seperti dikutip dari situs tembang.com.

Menurut Nono, kalau kita tidak paham tentang sejarah atau scale (tangga nada) jazz, pasti tidak akan memahami jazz mainstream. Lebih lanjut Nono berpendapat bahwa jazz adalah suatu karya yang antik. Sepintas memang terkesan rumit dan berat, tapi jika sudah semakin dalam menyelami jazz akan menjadi sangat enak untuk dinikmati.

Arek Suroboyo ini kemudian mulai menekuni jazz dari Jun Sen, gitaris jazz terkemuka asal Surabaya seangkatan Bubi Chen. Dari musisi yang juga pengusaha alat musik itulah, ia mulai mengenal berbagai teori jazz. Bersamaan dengan itu, ia juga belajar privat gitar klasik. Hal itu dilakukannya semata-mata agar bisa membaca not balok dengan baik.

0 komentar:

Posting Komentar